Thursday, October 25, 2012

Could We Be...?



Could we be back as a normal friend?
Like we used to be?
Before chunky chocolate turned over our feelings
Before teddy bear became a sweet treat to be hugged every night
Before all those pink roses blossomed and turned into lovable bouquet
Miss all the time we spent
-         - Kaysilla

Secarik kertas post-it berwarna biru muda menyembul ketika Aqi membuka catatan kuliahnya. Aqi membaca setiap detail rangkaian huruf yang digoreskan dengan tinta berwarna pink. ‘Kaysilla..’ Aqi menutup bukunya kemudian celingukan, meniti seisi kelas tanpa menemukan apa yang dicarinya. Aqi memasukan buku catatannya ke dalam tas kemudian keluar dari kelas. Aqi mengelilingi seisi kampus mencari-cari. ‘Kaysilla, dimana kamu?’’.
Aqi kemudian duduk di bangku taman kampus. Matanya masih tetap mengedarkan pandangan. Berusaha menangkap sesosok bayangan. Mungkin seharusnya pencarian ini dilakukannya dulu sekali. Sebelum sebuah post-it tertempel dengan penuh misteri. Aqi menatap langit, masih begitu cerah, kemudian matanya tertuju ke arah atas gedung kampusnya. Aqi tersenyum, bangkit dari kursinya kemudian berlari menuju ke kampus.

Rooftop Kampus..
            Kaysilla menghela nafas, ‘Kaysilla bodoooh... Kenapa kaya bocah sih pake tempel-tempel post-it notes segala..’. Kaysilla menggerutu sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Duduk di salah satu bench di rooftop kampus adalah kegiatan favoritnya. Melamun sendiri begitu menyenangkan terlebih lagi ketika rooftop sepi dari kegiatan UKM kampus. Kaysilla sangat suka ketika angin memainkan helaian rambutnya. Menyenangkan hatinya ketika jengah dengan kampus dan isinya, pemandangan langit cerah dari rooftop kampus selalu membuatnya bahagia.
            Rooftop tempat favoritnya ini juga pernah menjadi tempat favorit seseorang. Seseorang yang pernah singgah di relung hatinya. Dulu sekali mungkin. Saat pikiran dewasa Kaysilla belum mengusik kebahagiaan itu.

            “Kaysilla..”. Suara berat yang dikenalinya, dengan pelan membisikan namanya. Semilir angin ikut berhembus menggelitik telinganya. Kaysilla pikir itu hanya sebuah fatamorgana, meski suaranya terdengar begitu jelas di telinganya.
            “Tentu Kaysilla.. Aku mau..”, serangkaian kalimat dengan suara yang sama mengiringi datangnya sesosok yang dikenalinya, yang kini duduk di sampingnya.
            Kaysilla menoleh, di sebelahnya duduk manis Pramudya Raqi. Laki-laki yang rasanya sudah jutaan menit tidak pernah memanggil namanya, apalagi berkalimat kepadanya.
            “Maaf aku membiarkan kamu terlalu lama, Silla..”, Aqi menyentuh tangan Kaysilla. Kaysilla menunduk.
            “Maaf Aqi, aku juga beranjak terlebih dulu. Padahal dulu aku yang minta kamu supaya kita berlari bersama, tidak meninggalkanku..”.
            Kaysilla tersenyum tapi masih sambil menundukkan kepalanya.
            “Kenapa pemikiran itu tidak muncul dari awal ya? Kenapa malah merusak segalanya? Ketika semuanya terlanjur tumbuh.. Saat kamu tiba-tiba menghilang, aku belajar untuk beranjak. Saat kamu tiba-tiba datang lagi, tinggal satu langkah aku benar-benar beranjak. Dan sekarang aku telah benar-benar beranjak, meski serpihan itu mungkin masih tersisa. Mungkin aku terlalu egois.. Aku nggak pernah mau merasakan patah hati. Saat itu aku tahu, cepat atau lambat, salah satu dari kita pasti akan beranjak dan meninggalkan. Aku nggak mau jadi yang ditinggalkan.”, suara Kaysilla sedikit bergetar.
            “Aku... Aku mengikuti kamu Silla.. Ketika kamu pergi aku selalu berpikir kamu memang sedang luar biasa bahagia dengan Dira.”, Aqi terdiam sebentar, pandangannya menerawang jauh. “Aku nggak mau jadi pengganggu ketika kamu sedang bahagia. Tapi aku selalu menunggu kamu.”.
            Sounds cliche.. Semuanya.. Kenapa dulu aku nggak berpikir bahwa aku juga perempuan. Sama seperti Vella.. Kenapa aku malah mengikuti ego sendiri tanpa memikirkan orang-orang yang pasti tersakiti...”, Kaysilla menghentikan kata-katanya, tenggorokannya tercekat sulit meneruskan kata-kata tersebut. Air matanya sudah tidak terbendung lagi, kepalanya masih menunduk. “Salah! Semuanya salah! Kenapa aku ketemu kamu Aqi.. Kenapa??!”, Kaysilla menoleh menatap lekat Aqi sambil masih bercucuran air mata.

            Aqi menyentuh pipi Kaysilla menghapus air mata yang membasahi. Aqi kemudian menarik Kaysilla ke dalam pelukannya. Mata Kaysilla membelalak kaget. Ini adalah sentuhan pertama Aqi. Selama ini Aqi tidak pernah menyentuh Kaysilla  –kecuali mencubit pipi Kaysilla-, apalagi memeluk Kaysilla seperti ini.
            “Nggak ada yang salah Little Silla.. Hanya waktu yang datang kurang tepat. Entah terlambat, entah terlalu cepat.. Saat aku dengan Vella, kamu dengan Dira. Perasaan dan saat-saat yang indah sama kamu, semuanya anugrah.. Nggak ada yang salah dengan itu semua.. Meskipun aku atau kamu memaksa untuk melupakan semuanya, semuanya akan tetap menjadi kenangan manis yang pasti akan terulang dalam memori kita.”. Aqi membelai rambut panjang Kaysilla. “Merasa bersalah dengan Vella dan Dira, pasti merasa bersalah juga dengan hati kita sendiri. Jauh lebih menyakitkan. Perasaan itu muncul tiba-tiba.. Mungkin perlahan bisa dihapus, tapi sulit ditahan.. Maafkan aku Little Silla, mungkin kalau aku bisa lebih menahan diri, semuanya tidak akan seperti ini.”.

            Keduanya terdiam. Rasanya berbagai memori indah Aqi-Kaysilla berputar lambat di keduanya. Saat Aqi dan Kaysilla berkenalan. Saat Aqi dan Kaysilla saling usil. Saat panggilan Little Silla muncul karena badan Kaysilla yang begitu mungil bila dibandingkan dengan Aqi. Saat Aqi merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kaysilla. Saat Kaysilla merasakan perubahan Aqi, memang tetap usil but something’s hiding. Saat coklat dengan taburan cashew menjadi saksi bisu ungkapan perasaan keduanya. Saat indah hidden date Kaysilla-Aqi. Saat masing-masing berusaha menyembunyikan segalanya dari Vella dan Dira –yang untungnya di kampus dan lingkungan berbeda-. Saat pagi buta buket mawar pink dan sebuah teddy bear –kesukaan Kaysilla- mengiringi kedatangan Aqi. Saat dimana rasanya memang Aqi-Kaysilla, tidak ada Vella dan Dira. Saat semuanya mulai meragu dan hilang. Saat bayangan Aqi-Kaysilla pudar, Vella dan Dira mengisi kembali. Dan saat ini..

            “Aqi.. Aku terlalu lelah untuk bersembunyi. Aku juga jengah dihantui perasaan akan jadi yang menyakiti..”, Kaysilla melepaskan pelukan Aqi kemudian menatapnya. “Aku terlalu rapuh..”.
            Aqi tersenyum kemudian menyentuh pipi Kaysilla. “Aku berusaha lebih kuat darimu Little Silla.. I’m your guardian, and always be..”.
            “Aku mau semuanya normal. Seperti dulu. Aqi-Kaysilla yang usil. Tanpa perlu menjauh karena takut. Aku... Aku nggak mau jauh dari kamu lagi seperti waktu kemarin! Aku mau kita jadi teman.. Teman yang dekat.. Tanpa perlu khawatir ada yang tersakiti. Tanpa saling meninggalkan, karena teman tidak pernah meninggalkan.”, Kaysilla balas tersenyum.
            “Iya Little Silla.. Aku mau Aqi-Kaysilla tetap ada. Apapun bentuknya.. Aku juga nggak mau jauh dari kamu lagi..”.
            Thanks Aqi.”, Kaysilla tersenyum. “But first, kamu harus kenalin aku sama Vella.. Supaya dia nggak salah sangka. Aku juga bakalan ngenalin kamu sama Dira.”.
            “Iya Silla.. Tunggu saatnya.. Lalu apalagi?”.
            “Hmm... Kamu belum bayar hutang taruhan makan sushi!”.

            Senja mulai menyeringai. Sang mentari memerah hendak bersembunyi. Pemandangan sunset yang sayang kalau tidak dinikmati. Berdua. Aqi-Kaysilla terduduk di salah satu bench rooftop kampus, saling menyender dan tersenyum. Aqi-Kaysilla sudah kembali.

25 October 2012
Galuh Fajriyah Galura
              



  

No comments:

Post a Comment