‘What a hectic day! Hari rabu, sore hari, dan penuh sekali... Dan
rasanya nggak ada secuil pun waktu tersisa untuk daydreaming! Anyway where’s
Orca?’
“Mbak Marsha,
maaf ini Red Velvet nya buat meja 27..”, suara Ririn membuyarkan lamunan
Marsha. Kini di hadapan Marsha hadir satu slice Red Velvet cake teronggok manis
diatas piring kecil, sedangkan sosok mungil Ririn sudah hilang entah kemana
lagi.
“Oke..”, sedikit
menghela nafas kemudian Marsha mengambil nampan kotak berwarna silver. Meja 27
terletak di lantai dua, dekat sekali dengan jendela kecil yang menghadap ke
jalanan. Letaknya yang berada di lantai dua membuat Marsha harus mengeluarkan effort lebih untuk mengantar satu slice
Red Velvet. Seorang laki-laki dengan rambut rapi, berbalut kemeja garis-garis
putih abu tengah memandangi jendela dengan begitu seriusnya.
“Sore Sir.. Your
Red Velvet.. Silakaaan..”, suara Marsha yang cempreng dengan logat ceria sukses
menarik perhatian satu lantai. Pria tersebut kemudian menoleh. “Terima kasih..”,
senyumnya menyungging sempurna di bibirnya, menghiasi rahangnya yang begitu
tegas. Marsha sedikit tersentak kaget melihat pria yang begitu pria di
hadapannya. Tidak ingin ketahuan sedang terpukau pada makhluk di depannya ini, Marsha
kembali tersenyum “Selamat menikmatiii!”, suara riang Marsha kembali melengking
ke seisi ruangan.
“Sorry ya Sha,
gue telat.. My Baby mogok.. Sorrrryyyyyyy....”, seorang pria yang
baru saja masuk langsung menghambur ke arah Marsha yang duduk sambil menopang
dagu di dekat kasir.
“Heh paus Orca!
Telat 2 jam lo ya.. Hampir mati tau gue tadi, pelanggan banyak banget.. Encok
nih gue naik turun tangga kesana kemari nganter-nganter pesenan.”.
Pria yang
dipanggil Orca itu pun nyengir kemudian mencolek dagu Marsha. “Dear my lovely cousin, gue teraktir deh
lo mau apa aja..”. “Seriously???”,
Marsha langsung menegakkan posisi duduknya. “Hmm.. Dengan berat hati.. Yess.. But wait.. anywaaay bukannya
memang harusnya begitu yah? Tugas asisten manager.. Yah gantiin gue si
manager.. Is that right??”. “Ah gamau
tau.. Pokoknya lo berdosa sekali kali ini Orca.. Gue mungkin bakalan lebih bete
lagi dari ini kalo nggak ada kejadian tadi sore Orca..”. “Kenapa emang??”, Orca
mengambil gelas iced mint tea Marsha
kemudian menyeruputnya. “Well.. I met this
guy.. Kind of perfectly handsome guy..”.
“Oke.. Gue balik
ya Orca.. Bye..”, Marsha mengambil tote
bag nya dari meja kemudian mencium pipi Orca. Marsha keluar dari manager room kemudian berpamitan kepada
beberapa pegawai. Terdengar denting wind
chime yang terpasang di pintu depan diringi welcoming greet dengan suara khas Dodi, “Selamat datang di Sugar!
Oh meja 27 yah pak? Silakan..”. Marsha sedikit tertegun mendengar Dodi sampai
hafal dengan customer yang satu itu. Mata Marsha langsung melirik ke arah
customer yang dipersilakan oleh Dodi tersebut. Mata Masrha membelalak
mengetahui customer yang diperhatikannya. ‘That
yuuum guy!’, Marsha setengah menjerit dalam hati.
“Eh Dod, customer
yang kemaren itu siapa? Kok kaya udah kenal gitu?”, Marsha kemudian menyeruput
lime juice nya. Dodi menghentikan kegiatannya mengelap meja kemudian menoleh ke
arah Marsha. “Yang mana Mbak Marsha?”. “Mm.. Itu yang kamu bilang di meja 27 itu..
Emang udah langganan banget yah?”. “Oh itu.. Iya Mbak..”. “Kamu tau namanya?”.
“Nggak Mbak.. Saya Cuma hafal mukanya, dan beliau pasti dateng setiap hari rabu
jam 5 sore kesini. Dan pesenannya selalu Red Velvet dan iced mint tea..”. “Oh
gitu..”. “Kenapa emang Mbak?”. “Nggak apa-apa, penasaran aja.. Lanjutin aja
kerjanya.. Thanks ya Dod..”, Marsha
nyengir, Dodi membalasnya dengan sebuah anggukan kemudian dia pun kembali sibuk
mengelap meja.
Hari itu hari
rabu. Marsha sengaja mengulur-ulur waktunya pulang, meskipun Orca sudah tiba.
Marsha sengaja tidak langsung membereskan barang-barangnya di manager room. Marsha ke kamar mandi
kemudian sibuk merapikan penampilannya diakhiri dengan memulaskan pink lipgloss ke bibirnya. Selesai
ritual touch up di kamar mandi,
Marsha kemudian langsung duduk manis di meja dekat kasir. ‘Rabu sore yang agak lengang’, pikir Marsha. Marsha duduk menopang
dagu sambil melirik ke arah pintu masuk. Marsha kemudian menatap jam dinding sambil
mengetuk-ngetukan kuku-kuku jari tangannya yang panjang -yang baru saja Marsha
cat dengan warna baby pink- ke meja.
‘Huuff.. Masih 16.45.. Wish he comes
earlier.. Or please time tick tack bit faster..’, Marsha menghela nafas
mengapa waktu berjalan begitu lambat? Marsha mulai berimajinasi mengenai pria
itu. Mencoba mengingat badannya yang tegap, garis wajahnya yang tegas tapi
meninggalkan kesan teduh dimata orang yang melihatnya –berefek besar pada
Marsha-, rambut hitamnya yang halus dan terpangkas rapi, dan.. Kira-kira
pakaian maskulin apa yang akan dikenakannya hari ini? ‘Perfect! Sebuah kardigan berwarna Khaki membungkus kemeja krem dengan
dasi hitam. Tidak lupa sebuah trousers warna hitam. Completed by that smile..’.
Sebuah welcoming greet dengan nada cempreng
membuyarkan lamunan Marsha, “Selamat sore.. Selamat datang di Sugar! Seperti
biasa ya, Pak? Silakan..”. Marsha membelalak kaget melihat pria yang baru saja
hadir di imajinasinya ternyata adalah nyata, melewati kasir berjalan mengikuti
Anya.
Marsha
menunggu-nunggu kehadiran Anya. Beberapa kali Marsha melirik ke arah tangga
dengan sedikit gusar. Anya akhirnya terlihat
menuruni tangga kemudian bergerak ke arah showcase
chiller yang memajang berbagai cake. Dengan cekatan Anya mengeluarkan cake
Red Velvet, mengirisnya dan menyajikan satu slice di sebuah piring kecil. “Anya..”,
Marsha memanggil Anya dengan suara super pelan. Anya mendongak, menaruh satu
slice Red Velvet di nampan kemudian berjalan ke arah Marsha. “Loh, Mbak Marsha belom
pulang? Ada apa Mbak?”. “Mmm.. Belom.. Sini gue yang anter Red Velvet nya..”.
“Loh kenapa Mbak? Ini kan tugas saya?”. “Udaah nggak apa-apa..
Sekali-kaliii...”, Marsha nyengir. “Eh jangan Mbak, nanti saya dimarahin Mas
Orca..”. “Nggak akan Anyaaa.. Sini aku bawain..”, sekejap saja nampan silver
sudah berada di tangan Marsha. “Mbak, minumnya menyusul ya..”, Marsha
mengangguk kemudian berjalan ke arah tangga. “Eh Mbak, meja 27..”, Anya
berbicara tapi Marsha sudah keburu lenyap.
“Satu slice Red
Velvet Cake.. Silakan..”, seperti biasa suara riang Marsha mengiringi tangannya
yang menyajikan piring cake di meja. Marsha tersenyum, senang sekaligus grogi,
pria itu menatapnya dan tersenyum!
“Thanks.. Anyway,
wajah kamu rasanya begitu familiar ya? Have
we ever met before?”.
Marsha seperti
tersengat listrik ketika serentetan kalimat keluar dari mulut pria itu.
“Hmm.. Anda
sering ke Sugar! bukan? Pasti familiar, saya asisten manager disini..”.
‘Wajahmu juga begitu familiar handsome.. Mmm.. Actually, Marsha selalu
familiar dengan pria berwajah tampan..’.
“No.. Mm.. I guess we went to same school..
Mm.. Washington Alley International School, right?”
Bayangan Marsha
kembali ke masa SMA nya, masa-masa high school dengan tartan mini skirt, over knee socks, white shirt dan nggak lupa
aneka statement fashion item a la
remaja. Lima tahun sudah Marsha habiskan masa remajanya di Washington Alley
dengan remaja lainnya dari berbagai negara.
“Yes.. I graduated from WA.. Tapi aku nggak inget kamu loh.. Kita
pernah sekelas?”, dahi Marsha berkerut mencoba mengingat seluruh teman
sekolahnya.
“Unfortunately no.. Aku pernah lihat
kamu waktu annual culture performance..
We had a recital for Indonesian perform.. And.. If I didn’t wrong.. You did
that Sundanese dance alone..”.
Bayangan Marsha
kembali lagi ke saat itu, saat dirinya menari solo menjadi puncak dari perform
perwakilan Indonesia di Washington Alley.
“Ohhh.. Iya
betul! Rasanya aku mau nangis darah kalau inget gimana latihan di KBRI waktu
itu.. Tapi aku masih belum bisa inget kamu..”, Marsha menggigit bagian bawah
bibirnya.
Pria itu kemudian
tertawa pelan. “But you did great! Really
great! Kita memang belum pernah resmi berkenalan. Lagipula, I’m older than you.. Two years above..
Maharli David..”, Pria itu mengasongkan tangannya ke arah Marsha.
“Maharani Sarasti..
Aka Marsha..”, Marsha menyambut tangan tersebut sambil tersenyum manis.
“Permisi, iced mint tea nya Pak?” Dodi menyela
moment indah yang tengah dinikmati Marsha, ingin rasanya Marsha nimpuk Dodi
dengan nampan yang ada di tangannya.
“Thank you..”, pria itu tersenyum ke arah
Dodi yang kemudian meninggalkan mereka berdua lagi. “Just call me Harli.. Anyway, did I disturb you?”, Harli kembali
menoleh ke arah Marsha.
“No.. Office hours aku udah selesai
sebenarnya..”.
“Maybe if you don’t mind to sit here,
accompany me while do our nostalgia time..”.
“Sure! Rasanya senang bisa ketemu teman
satu almamater disini..”.
Mereka berdua pun
larut dalam nostalgia kenangan sekolah.
“Why you always come to Sugar! ? Setiap rabu sore dan selalu pesan Red
Velvet dengan iced mint tea??”
“What’s this about? Customer’s satisfaction quiz? Red Velvet cake was
someone’s favorite, iced mint tea to keep my mouth balance. Why Wednesday? I
guess it’s the perfect day to enjoy ourself, afternoon after my office hours. And
why Sugar! , this in the only place i found that served the best Red Velvet
that has similar taste with Castle Cake my favorit place..”
“We’re so flattered to hear that.. Dan kenapa meja ini?”
“I love to see the sunset.. The window perfectly framed that beautiful
landscape.. When the sky got red.. Then the sun hides..”
Kini hari rabu
menjadi hari favorit Marsha. Marsha rela Orca datang telat setiap hari rabu,
asalkan Marsha bisa bertemu pujaan hatinya, Maharli David. Berbagai obrolan
seru selalu muncul ketika bersama Harli. Seru selalu!
“Did you notice that we have lots similarity?”
“Mmm.. Begitu?”
“Even our names has almost similar first.. Mahar in Maharli and Maharani..”
“Oh iyaa.. Nama kamu unik yah Harli.. Maharli David..”
“My grandpa loves Harley Davidson motorcycle.. So it’s me.. Maharli
David.”
“Kewl! Kakek kamu keren sekali... 23 years of my life, I don’t know
what is Maharani Sarasti..”
“It means beautiful sunshine..”
“Beneran??”
“I think so.. Maybe..”
“Uuugh.. Harli.. Aku boleh minta sesuatu?”
“So tell me, please..”
“Kamu sedang di Indonesia dan kamu seorang Indonesian.. Jadi tolong..
Perbanyak berbicara bahasa disini.. Please..” ‘You know what, you really hot
while speak in Bahasa’
“Baiklah.. Maharani Sarasti..”
Sudah empat hari
rabu Marsha selalu habiskan dengan mengobrol dengan Harli. Rasanya Marsha sudah
mengenal Harli begitu dalam. Harli, pria yang nggak cuma tampan diluar, tapi
benar-benar tampan di dalam. Charming
menurut Marsha. Harli begitu mempesona Marsha, meski pertemuan itu terjadi hanya
setiap hari rabu dan baru empat kali. Marsha senang mengobrol dengan Harli.
Rasanya nyaman sekali. Semua kata-kata dari Harli begitu alami, tidak ada kesan
dibuat-buat, tapi justru itu yang menarik bagi Marsha. Harli yang begitu sopan,
begitu seksi di mata Marsha.
“Sist.. Lo crazy in love yah?”, Orca mengagetkan Marsha yang tengah melayang
entah kemana.
“Mmm.. Dia itu sexy sekali Orca.. Always fly me so high..”, Marsha mengeluarkan ekspresi berlebihan dengan menggerakan tangannya
seolah terbang.
“Hati-hati loh Sist.. Terbang terlalu tinggi itu
bakalan sakit luar biasa kalau jatuh..”.
“Orca.. Aku sendiri
juga bingung sama perasaanku itu apa sih sebenernya.. Tapi aku menikmatinya..
Dan lo mestinya bersyukur, gue jadi begitu semakin semangat bergembira bekerja
di Sugar!”.
“Gue tau lo kaya
gimana kok.. Pasti cuma selewat.. You
won’t take it serious..”.
“We’ll see..”, Marsha mengembangkan
senyum lebar.
Rabu lainnya...
“Buatku??”, Marsha
berusaha menahan diri untuk tidak terlihat over excited memandangi buket bunga
white lily yang kini dipeluknya.
“Iya.. Aku bingung
apa bunga favoritmu Marsha..”.
“Aku suka lily..
Mama juga.. Wahh.. Terima kasih banyak ya Harli..”
“Sama-sama.. Aku
senang kalau kamu suka bunganya.”.
“Dalam rangka apa
kamu ngasih bunga?”
“Marsha.. Bolehkah
aku mengajak kamu kencan sabtu besok??”
‘What?! Kencan?? KENCAN??????’, kali ini Marsha benar-benar tidak
bisa menyembunyikan pipinya yang sudah terlanjur bersemu merah.
“Tentu Harli..”.
Perfect Saturday.. ‘Oh finally it’s not
always Wednesday’. I guess it’s a sign! A SIGN! When always-Wednesday turn into
A SATURDAY. Even it’s only go to cinema and have a dinner. Everything went
perfectly romantic!
“Harli.. Kamu memang
unik yah.. Nama kamu unik.. Dan yang paling unik, kamu pria yang suka cake.. Bahkan suka menikmati cake di cake shop seorang diri!”
“Hahaha.. Apa
terlalu aneh? Atau mungkin terkesan mengerikan?”
Marsha menggeleng
pelan. “Enggak sama sekali.. Itu mengesankan..”.
“Ya.. Dan aku bisa
ketemu kamu Marsha..”.
“Bisa jadi.. Tadinya
malah aku berdoa supaya cepat-cepat dapat pekerjaan lain supaya bisa lepas dari
Sugar!, dimana mayoritas customer para wanita.. Sekalinya ada pria, eh malah
bawa gandengan.. Hmm.. Kapan aku dapet jodohnya kalau begitu?”.
“Gandengan?”.
“Pasangan
maksudnya..”.
“Oh.. Mungkin kita
berjodoh..”, Harli tersenyum.
Marsha tersipu
mendengar perkataan Harli.
“Kamu percaya takdir
Marsha?”.
“Aku percaya..
Seperti kita ditakdirkan bertemu rabu itu.. Seperti kamu yang begitu jatuh
cinta dengan Red Velvet Sugar! sampai akhirnya kita bisa ada disini.”.
“Ya Marsha.. Red
Velvet Sugar! begitu orisinil.. Seperti di US.. Bukan hanya cake berwarna merah
dengan cream cheese, melainkan part coklat di Red Velvet itu yang bikin
sempurna.”.
“Harli.. Seseorang
itu siapa? Yang suka sekali dengan Red Velvet?”.
“...”.
Rabu setelah
kencan di hari sabtu kemarin yang masih menyisakan misteri, membuat Marsha
sedikit gusar. Harli tidak datang ke Sugar!. Padahal rabu itu Marsha sudah
menyiapkan Red Velvet buatannya untuk dicicipi Harli. Akhirnya Red Velvet hasil
uji coba Marsha di dapur Sugar! berakhir ke perut para pegawai. Semuanya memuji
hasil buatan Marsha, tapi rasanya percuma bagi Marsha meskipun dipuji satu
Sugar! tapi pujaan hatinya tidak mencicipinya. ‘Kenapa kamu nggak datang Harli.. Bodohnya Marsha, nggak punya kartu
nama Harli.. Bahkan no hp Harli pun nggak ada.. Semoga kamu baik-baik saja..’
Rabu berikutnya,
rabu berikutnya, dan rabu berikutnya. Sudah empat rabu Harli tidak datang ke
Sugar!. Tiga rabu setelah Red Velvet yang terbuang percuma –menurut Marsha-,
Marsha selalu menyisakan satu slice Red Velvet di Sugar!, berharap Harli datang
meski mungkin terlambat, Marsha tetap menunggunya hingga akhirnya slice Red
Velvet terakhir itu ia makan sendiri.
Rabu kelima. Marsha
sudah benar-benar menyerah. Mungkin Orca benar, ini hanya cinta selewat. Tapi
kali ini begitu berbekas bagi Marsha karena pria ini begitu unik dan memikat
hatinya, berbeda dengan pria lain yang benar-benar hanya selewat bagi Marsha. Marsha
memejamkan mata, menarik nafas secara perlahan. Kemudian Marsha membuka matanya
dan mendapati satu slice Red Velvet di hadapannya. ‘Ini Red Velvet terakhir yang telah aku sisakan setiap rabu untuk kamu
Harli.. Good bye Harli..’, Marsha mulai menyendoki Red Velvet sambil
bekerja di depan laptopnya. Membaca beberapa email yang masuk dan hampir
tersedak melihat sebuah email yang begitu mengejutkan.
From: Maharli David
To: Maharani Sarasti
Subject: Slice of
Red Velvet
Dear Marsha,
Maaf aku
menghilang begitu saja tanpa kabar. Aku tahu kamu pasti begitu marah. Atau
mungkin sudah lupa denganku?
Last time we met, rasanya aku terbangunkan dari suatu kenyataan.
Pertanyaanmu, siapa
penyuka Red Velvet itu?
Dia adalah Julia,
kekasihku. Julia yang manja, begitu melodrama, berbeda sekali dengan Marsha
yang begitu cheerful. Julia selalu memintaku datang untuk tea time setiap rabu
sore sambil menikmati pemandangan sunset.
Dan teman minum teh yang selalu disajikannya adalah Red Velvet Cake buatannya
sendiri. Rasanya persis dengan Castle Cake, persis dengan yang ada di Sugar!. Itu
adalah jawaban lengkap dari pertanyaan yang pernah kamu tanyakan.
Julia juga gadis
ceria, tapi hanya di depanku. Dan aku ingin jadi pria yang selalu membuatnya
ceria. Julia begitu rapuh, sehingga aku ingin selalu melindunginya. Ingin
selalu memeluknya begitu erat, supaya dia terus terlindungi. Aku tidak pernah
mau melepaskan pelukan itu sampai saat itu. Sabtu itu ketika kamu membuatku
sadar, Julia telah pergi. Hanya kenangan yang dua tahun terakhir ini aku peluk.
Moreover, beberapa bulan kemarin aku
menemukan Red Velvet yang persis di Sugar!, rasanya pelukan itu aku buat semakin
erat.
Dua tahun lalu
aku kembali ke Indonesia. Berusaha melarikan diri dari kenyataan bahwa Julia was gone forever. Bermain dengan
kenangan and enjoy tea time alone with
Red Velvet Cake. Pathetic? Ya, aku memang pria yang begitu menyedihkan.
Untuk pertemuan
kita yang begitu menyenangkan, aku tidak akan meminta maaf kepadamu. Untuk
segala keceriaan yang kamu bawa, aku juga tidak akan meminta maaf kepadamu.
Kamu datang di waktu yang tepat, untuk menyadarkanku. Aku terlalu lama
berpelukan dengan khayalanku. Kamu hadir seperti cahaya matahari yang setia
menyinari, Maharani Sarasti, beautiful sunshine..
Kamu hadir bukan
untuk mengisi kekosongan di tempat itu. Ketika kamu hadir, hati ini menyediakan
serupa kastil baru untuk kamu mengisinya. Tentu hanya jika kamu mau Marsha.
Aku telah melepaskan
semuanya disini.
I’ll be back soon.. Keep a slice of Red Velvet for me, please..
Harli
30 October 2012
Galuh Fajriyah
Galura