Could we be back as a
normal friend?
Like we used to be?
Before chunky chocolate
turned over our feelings
Before teddy bear became
a sweet treat to be hugged every night
Before all those pink
roses blossomed and turned into lovable bouquet
Miss all the time we
spent
- - Kaysilla
Secarik kertas post-it berwarna biru muda menyembul ketika Aqi membuka catatan
kuliahnya. Aqi membaca setiap detail rangkaian huruf yang digoreskan dengan
tinta berwarna pink. ‘Kaysilla..’ Aqi
menutup bukunya kemudian celingukan, meniti seisi kelas tanpa menemukan apa
yang dicarinya. Aqi memasukan buku catatannya ke dalam tas kemudian keluar dari
kelas. Aqi mengelilingi seisi kampus mencari-cari. ‘Kaysilla, dimana kamu?’’.
Aqi kemudian duduk di bangku taman
kampus. Matanya masih tetap mengedarkan pandangan. Berusaha menangkap sesosok
bayangan. Mungkin seharusnya pencarian ini dilakukannya dulu sekali. Sebelum sebuah
post-it tertempel dengan penuh
misteri. Aqi menatap langit, masih begitu cerah, kemudian matanya tertuju ke
arah atas gedung kampusnya. Aqi tersenyum, bangkit dari kursinya kemudian
berlari menuju ke kampus.
Rooftop Kampus..
Kaysilla
menghela nafas, ‘Kaysilla bodoooh...
Kenapa kaya bocah sih pake tempel-tempel post-it notes segala..’. Kaysilla
menggerutu sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Duduk di salah satu bench di rooftop kampus adalah kegiatan favoritnya. Melamun sendiri begitu
menyenangkan terlebih lagi ketika rooftop
sepi dari kegiatan UKM kampus. Kaysilla sangat suka ketika angin memainkan
helaian rambutnya. Menyenangkan hatinya ketika jengah dengan kampus dan isinya,
pemandangan langit cerah dari rooftop kampus selalu membuatnya bahagia.
Rooftop tempat favoritnya ini juga
pernah menjadi tempat favorit seseorang. Seseorang yang pernah singgah di
relung hatinya. Dulu sekali mungkin. Saat pikiran dewasa Kaysilla belum
mengusik kebahagiaan itu.
“Kaysilla..”.
Suara berat yang dikenalinya, dengan pelan membisikan namanya. Semilir angin
ikut berhembus menggelitik telinganya. Kaysilla pikir itu hanya sebuah
fatamorgana, meski suaranya terdengar begitu jelas di telinganya.
“Tentu
Kaysilla.. Aku mau..”, serangkaian kalimat dengan suara yang sama mengiringi
datangnya sesosok yang dikenalinya, yang kini duduk di sampingnya.
Kaysilla
menoleh, di sebelahnya duduk manis Pramudya Raqi. Laki-laki yang rasanya sudah
jutaan menit tidak pernah memanggil namanya, apalagi berkalimat kepadanya.
“Maaf
aku membiarkan kamu terlalu lama, Silla..”, Aqi menyentuh tangan Kaysilla.
Kaysilla menunduk.
“Maaf
Aqi, aku juga beranjak terlebih dulu. Padahal dulu aku yang minta kamu supaya
kita berlari bersama, tidak meninggalkanku..”.
Kaysilla
tersenyum tapi masih sambil menundukkan kepalanya.
“Kenapa
pemikiran itu tidak muncul dari awal ya? Kenapa malah merusak segalanya? Ketika
semuanya terlanjur tumbuh.. Saat kamu tiba-tiba menghilang, aku belajar untuk
beranjak. Saat kamu tiba-tiba datang lagi, tinggal satu langkah aku benar-benar
beranjak. Dan sekarang aku telah benar-benar beranjak, meski serpihan itu
mungkin masih tersisa. Mungkin aku terlalu egois.. Aku nggak pernah mau
merasakan patah hati. Saat itu aku tahu, cepat atau lambat, salah satu dari
kita pasti akan beranjak dan meninggalkan. Aku nggak mau jadi yang
ditinggalkan.”, suara Kaysilla sedikit bergetar.
“Aku...
Aku mengikuti kamu Silla.. Ketika kamu pergi aku selalu berpikir kamu memang
sedang luar biasa bahagia dengan Dira.”, Aqi terdiam sebentar, pandangannya
menerawang jauh. “Aku nggak mau jadi pengganggu ketika kamu sedang bahagia. Tapi
aku selalu menunggu kamu.”.
“Sounds cliche.. Semuanya.. Kenapa dulu
aku nggak berpikir bahwa aku juga perempuan. Sama seperti Vella.. Kenapa aku
malah mengikuti ego sendiri tanpa memikirkan orang-orang yang pasti tersakiti...”,
Kaysilla menghentikan kata-katanya, tenggorokannya tercekat sulit meneruskan
kata-kata tersebut. Air matanya sudah tidak terbendung lagi, kepalanya masih
menunduk. “Salah! Semuanya salah! Kenapa aku ketemu kamu Aqi.. Kenapa??!”,
Kaysilla menoleh menatap lekat Aqi sambil masih bercucuran air mata.
Aqi
menyentuh pipi Kaysilla menghapus air mata yang membasahi. Aqi kemudian menarik
Kaysilla ke dalam pelukannya. Mata Kaysilla membelalak kaget. Ini adalah
sentuhan pertama Aqi. Selama ini Aqi tidak pernah menyentuh Kaysilla –kecuali mencubit pipi Kaysilla-, apalagi
memeluk Kaysilla seperti ini.
“Nggak
ada yang salah Little Silla.. Hanya
waktu yang datang kurang tepat. Entah terlambat, entah terlalu cepat.. Saat aku
dengan Vella, kamu dengan Dira. Perasaan dan saat-saat yang indah sama kamu,
semuanya anugrah.. Nggak ada yang salah dengan itu semua.. Meskipun aku atau
kamu memaksa untuk melupakan semuanya, semuanya akan tetap menjadi kenangan
manis yang pasti akan terulang dalam memori kita.”. Aqi membelai rambut panjang
Kaysilla. “Merasa bersalah dengan Vella dan Dira, pasti merasa bersalah juga
dengan hati kita sendiri. Jauh lebih menyakitkan. Perasaan itu muncul
tiba-tiba.. Mungkin perlahan bisa dihapus, tapi sulit ditahan.. Maafkan aku Little Silla, mungkin kalau aku bisa
lebih menahan diri, semuanya tidak akan seperti ini.”.
Keduanya
terdiam. Rasanya berbagai memori indah Aqi-Kaysilla berputar lambat di
keduanya. Saat Aqi dan Kaysilla berkenalan. Saat Aqi dan Kaysilla saling usil. Saat
panggilan Little Silla muncul karena
badan Kaysilla yang begitu mungil bila dibandingkan dengan Aqi. Saat Aqi
merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kaysilla. Saat Kaysilla merasakan
perubahan Aqi, memang tetap usil but
something’s hiding. Saat coklat dengan taburan cashew menjadi saksi bisu ungkapan perasaan keduanya. Saat indah hidden date Kaysilla-Aqi. Saat
masing-masing berusaha menyembunyikan segalanya dari Vella dan Dira –yang untungnya
di kampus dan lingkungan berbeda-. Saat pagi buta buket mawar pink dan sebuah
teddy bear –kesukaan Kaysilla- mengiringi kedatangan Aqi. Saat dimana rasanya
memang Aqi-Kaysilla, tidak ada Vella dan Dira. Saat semuanya mulai meragu dan
hilang. Saat bayangan Aqi-Kaysilla pudar, Vella dan Dira mengisi kembali. Dan
saat ini..
“Aqi..
Aku terlalu lelah untuk bersembunyi. Aku juga jengah dihantui perasaan akan
jadi yang menyakiti..”, Kaysilla melepaskan pelukan Aqi kemudian menatapnya. “Aku
terlalu rapuh..”.
Aqi
tersenyum kemudian menyentuh pipi Kaysilla. “Aku berusaha lebih kuat darimu Little Silla.. I’m your guardian, and always be..”.
“Aku
mau semuanya normal. Seperti dulu. Aqi-Kaysilla yang usil. Tanpa perlu menjauh
karena takut. Aku... Aku nggak mau jauh dari kamu lagi seperti waktu kemarin!
Aku mau kita jadi teman.. Teman yang dekat.. Tanpa perlu khawatir ada yang
tersakiti. Tanpa saling meninggalkan, karena teman tidak pernah meninggalkan.”,
Kaysilla balas tersenyum.
“Iya
Little Silla.. Aku mau Aqi-Kaysilla
tetap ada. Apapun bentuknya.. Aku juga nggak mau jauh dari kamu lagi..”.
“Thanks Aqi.”, Kaysilla tersenyum. “But first, kamu harus kenalin aku sama
Vella.. Supaya dia nggak salah sangka. Aku juga bakalan ngenalin kamu sama
Dira.”.
“Iya
Silla.. Tunggu saatnya.. Lalu apalagi?”.
“Hmm...
Kamu belum bayar hutang taruhan makan sushi!”.
Senja
mulai menyeringai. Sang mentari memerah hendak bersembunyi. Pemandangan sunset yang sayang kalau tidak
dinikmati. Berdua. Aqi-Kaysilla terduduk di salah satu bench rooftop kampus, saling menyender dan tersenyum. Aqi-Kaysilla
sudah kembali.
25 October 2012
Galuh Fajriyah Galura
No comments:
Post a Comment